Suka Dukanya Bekerja (sebagai perempuan) di Tambang
Awal tahun 2008
saya memulai debut pertama saya sebagai pekerja tambang, setelah sebelumnya
resign dari kerjaan lama sebagai environmental
engineer (writer lah tepatnya) di
sebuah konsultan di pulau Batam. Panas terik, gerimis, kabut tebal, hujan
deras, baju basah dan kering di badan adalah hal biasa yang sering saya hadapi.
Sebagai pekerja lapangan, untuk urusan pekerjaan, saya tidak pernah dibedakan
dengan pekerja pria lainnya, tidak ada ladies
first disini, saya salah saya kena marah, saya benar tumpukan pekerjaan
berikutnya sudah menanti ;). Dengan ukuran tubuh mungil : 47 kilogram dan 158
centimeter, sering saya kalah body
dengan lawan bicara saya yang hampir 99% adalah pria. Setelah hampir tiga tahun
bergaul dengan rutinitas pekerjaan ini, saya cukup tahu bahkan sudah cukup
pintar untuk menghadapi sikap berbeda dari pria – pria yang ada disekeliling
tempat kerja saya. Ada yang kagum (cieeee), heran, bahkan sampai ada yg nelpon
cuma buat bilang “ibu cantik” (hahahaha), dan menghormati (yang pasti, ini geng saya hehehe). Semua itu membuat saya tahu betul mana sapaan yang harus
saya jawab, mana senyum yang harus saya balas, mana telpon yang harus saya
angkat, dan kapan saya harus marah. Lelah, sudah sering saya rasakan, bosan
apalagi, mulai roster cuti (istilah
lain dari dapet libur) 12 : 2 (12 minggu kerja dapet cuti 2 minggu), hingga roster 8 : 2 dan bahkan yang tidak
sengaja dapat 6 : 2 (saya sangat beruntung waktu itu), mungkin yang belum pernah
merasakan kerja 11 jam perhari akan sulit membayangkannya. Dari pulau terpencil
yang gak keliatan di peta, gakada signal sama sekali (tp internet tetep ada kok
hahaha), bahkan gakada warung saya pernah rasakan. Terombang ambing di lautan
luas dengan ombak 6 meter juga pernah saya rasakan. Sering anak buah saya
membuat saya tertawa, marah, jengkel. Kadang mereka membuat saya jengkel ketika
matahari tepat diatas kepala saya dan itu bikin saya bener – bener emosi. Tapi
justru disitu saya banyak belajar dari amarah saya, bukan hanya memberi breafing pagi, menjelaskan detil
pekerjaan, bertukar pengetahuan dengan teman – teman kerja, memimpin juga harus bisa bersikap tenang bahkan
ketika saya dililit masalah pribadi yang menurut saya itu sangat berat dan harus
tersenyum. Bagaimanapun
susahnya harus bisa menyemangati di pagi hari dan mengatakan “terima kasih”
untuk setiap pekerjaan yang terselesaikan. Membuat mereka nyaman bekerjasama
dengan saya itu adalah kebahagian terbesar buat saya.
Dan dari itu
semua, tanpa saya sadari, saya belajar untuk menjadi “istri” dan “IBU” sebelum
fase itu saya jalani. Pasti akan sangat
menyenangkan jika suatu hari saya berkata pada anak – anak saya “common darling ibu akan memperkenalkan dunia
pada kalian” J J
Dari itu semua,
tanpa saya sadari saya belajar untuk tidak takut mengambil keputusan yang
benar, yang dipikirkan dengan matang sebelumnya. Kata indy barends : Ngapain
musti takut? Nggak perlu dong. Masa kalah sama takut? Pikirkan aja yang yang
bagus – bagus, pasti nggak akan inget lagi sama takutnya.
Dari semua itu
saya belajar bahwa cantik itu bukan sekedar make
up, bukan stiletto heels, bukan
barang merek dari A sampai Z. “Beauty is
an attitude”. Cantik itu sikap dan pembawaan diri kita.
Dari luwuk –
raja ampat papua – Halmahera – lalu kemana lagi????
*memulai
segalanya dari hati…. Cheeerrrrrsssss……story inobi island, halmahera selatan
Komentar
Posting Komentar